Kamis, 20 Desember 2007

Desain Pesan Pembelajaran, Ilustrasi Statis dan Dinamis

DESAIN PESAN VISUAL DAN PEMBELAJARAN:
PERAN ILUSTRASI STATIS DAN DINAMIS
Gary J. Anglin (University of Kentucky), Robert L. Towers (Eastern Kentucky University) dan W. Howard Levie (Indiana University)

Di dalam pembelajaran, ilustrasi lazim digunakan (Feaver, 1977; Slythe, 1970). Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi tentang efek penggunaan ilustrasi terhadap pembelajaran siswa. Tulisan oleh Anglin, Towers dan Levie ini dimaksudkan untuk memperkenalkan teori-teori persepsi tentang gambar dan kajian penelitian disain pesan visual yang mencakup ilustrasi statis dan dinamis. Bab ini, pertama-tama mengemukakan beberapa teori tentang persepsi gambar, model memori, pemerolehan pengetahuan, analisis literatur dan juga saran-saran bagi penelitian di masa mendatang yang berkaitan dengan kajian ini.

A. Persepsi Gambar
Teori Perspektif Renaissance: Brunelleschi. Teknik perspektif ini berasal dari desain layar dan arsitektur Yunani kuno. Baru pada tahun 1420 dasar teoritis teknik ini dikemukakan oleh Fillipo Brunelleschi di Florence. Teknik ini melibatkan penggunaan pola pancaran cahaya yang berasal dari pemandangan alam. Di mana pemandangan three-dimensi digambarkan diatas permukaan two-dimensi.

Namun ada permasalahan dengan teori ini. Suatu gambar akan benar hanya ketika orang yang mengamati gambar itu terlebih dahulu mengasumsikan titik pengamatan yang tepat pada saat gambar tersebut dibuat. Jika mengamati dari posisi yang berbeda, maka akan mengakibatkan persepsi hasil yang menyimpang. Orientasi kita dalam memperhatikan permukaan gambar dan bentuk, harus seolah-olah sudut pandang kita adalah tegak lurus kepada gambar, walau penyimpangan dalam kaitan dengan mengamati miring dapat terjadi (Goldstein,1987). Contoh, pada lukisan di bawah ini jika dilihat dengan teori perspektif Reanissance, akan tampak jelas perbedaan posisi orang–orang yang ada pada lukisan tersebut.
Tapi perlu dicatat bahwa teknik komposisi piktorial ini sering tidak memenuhi kaidah perspektif geometris. Sebagai contoh, gambar tentang bencana tsunami berikut ini.

Teori Kemiripan (Resemblance): James J., Gibson. Titik awal teori kemiripan persepsi gambar yang dikemukakan Gibson adalah linear dengan hukum perspektif. Menurut Gibson (1971: 31), “Gambar adalah suatu permukaan yang berisi bermacam jenis informasi yang dibuat dan terbentuk dari susunan mata sampai batas pengamatan, memiliki hubungan yang sama dengan yang ditemukan oleh mata yang berkenaan dengan lingkungan yang tersedia dari suatu lingkungan biasa”. Yang dimaksudkan dengan “jenis informasi” adalah sesuatu yang berada di luar garis statis dan bentuk yang terdapat pada gambar. Contohnya permukaan seperti pasir atau bulu. Tekstur seperti itu diwujudkan pada foto dan bertindak sebagai gradien optik yang memberi tuntunan alam memperkirakan jarak. Meski kurang jelas, kita mampu merasakan bentuk invarian benda yang terdapat pada suatu gambar. Gibson menggunakan konsep tersebut untuk menghindari beberapa masalah yang ada pada teori perspektif. Contoh karya seni lukis pada telapak tengan, dengan memberikan tekstur bulu burung, akan nampak oleh mata kita bahwa itu merupakan gambar burung elang.

Konstruktivisme: E.H. Gombrich. Konstruktivis menekankan pada peran kognisi. Gambar tidaklah menceritakan kisahnya sendiri. Menurut Gombrich, seseorang yang melihatnya harus mengkonstruk maknanya sendiri. Maka, gambar bisa diinterpretasikan secara berbeda-beda, tergantung pada sikap yang diambil oleh mata yang melihatnya. Menurut Gombrich; Seniman harus menghasilkan suatu “ilusi kenyataan” untuk memenuhi konsep penonton dari gambar yang dibuat, perlu “kelihatan seperti”. Seniman tidak boleh seenaknya dalam mengadopsi teknik yang dipilihnya. Misalnya, gambar matahari harus selalu bundar, memancarkan sinar dan panas. “Kita tidak hanya percaya terhadap apa yang kita lihat: sampai pada derajat tertentu kita melihat apa yang kita yakini (Gregory, 1970: 86).


Teori Generatif: Margaret Hagen. Hagen (1978, 1980a) mengemukakan “Makna tidak diberikan oleh pemikiran ke stimulus yang tak terstruktur, juga tidak diberikan oleh stimulusnya ke pemikiran yang tak terstruktur. Hubungan antara keduanya bersifat timbal balik dan simetris”. Dalam mengembangkan tesisnya itu, Hagen menguraikan perbedaan antara bagaimana kita merasakan dunia alam dan bagaimana kita merasakan “dunia dalam gambar”. Misalnya, apabila dibandingkan dengan persepsi alam, persepsi gambar memampatkan dimensi ketiga yang dirasakan dan meningkatkan kesadaran terhadap sudut diantara obyek-obyek. Maka, persepsi gambar memiliki sifat khusus yang sebagian didasarkan pada geometri ekologis (perspektif alam lingkungan visual) dan sebagian pada kreativitas atau generalitas orang yang merasakannya. Sebagai contoh, pada gambar berikut ini. Bila kita lihat akan tampak kesan bahwa suasana dalam gambar tersebut sangat kering dan gersang. Sebaliknya pada gambar satunya akan memberikan kesan sejuk dan segar.

Pendekatan Gestalt: Rudolf Arnheim. Menurut Arnheim, persepsi gambar yang terutama merupakan pengorganisasian garis dan unsur-unsur lain suatu gambar ke dalam bentuk dan pola sesuai dengan hukum kodrati struktur. Strutuk tersebut merupakan sesuatu yang alami dan kodrati. Arnheim (1954) memperlihatkan bagaimana hukum organisasi bisa ditemukan dalam seni. Makna, menurutnya, merupakan keseluruhan yang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya. Himbauan untuk menciptakan bentuk sederhana tidak dapat diterangkan sebagai ajakan untuk mengcopy bentuk alami; hal ini dapat dipahami hanya ketika hadir satu kesadaran bahwa ‘merasa’ bukanlah perekaman pasif tetapi sebuah pemahaman. Pemahaman itu dapat berlangsung hanya melalui konsepsi tentang bentuk yang dapat dijelaskan. Untuk alasan seni ini, tidak dimulai dengan usaha menyalin alam, akan tetapi dimulai dengan prinsip umum yang sangat abstrak dan mengambil format dari bentuk dasar (Arnheim, 1985, pp. 161-162). Selain itu, Arnheim juga dikenal dengan cara “berfikir visual”nya. Ia menolak yang memberi alasan bahwa kepercayaan terjadi hanya melalui penggunaan bahasa. Memang nyatanya, berfikir terjadi terutama melalui imajineri abstrak. Sebagai contoh, konsep dasar gambar manusia adalah mempunyai susunan kepala, badan dan anggota tubuh lainnya. Apabila salah satu dari anggota tubuh tersebut tidak pada tempatnya, maka gambar tersebut tidak bisa di katakan gambar manusia.
Persepsi gambar sebagai perilaku purposif: Julian Hochberg. Hochberg menentang pendekatan Gestalt, dengan mengajukan pernyataan bahwa “konfigurasi stimulus secara keseluruhan itu secara umum tidak bisa dipandang sebagai fakor penentu yang efektif bagi persepsi” (Peterson & Hochberg, 1989: 192). Oleh karena itu mengapa semua aspek suatu gambar tidak bisa dirasakan hanya dalam sekilas pandang saja. Penglihatan hanya tajam, pada daerah utama medan visual saja. Pada retina mata, ketajaman menurun secara cepat di medan ini yakni fovea. Karena diskriminasi yang terinci hanya mungkin teradi di fovea, untuk mendapatkan pemandangan yang terinci gambar tersebut perlu dilihat secara keseluruhan (Scanning). Scanning tidak terjadi pada sapuan penglihatan yang mulus, namun sebagai serangkaian lompatan yang sangat cepat yang disebut saccade dan hentian singkat yang disebut fixation. Informasi yang diperoleh dari fixation terpisah itu harus dipadukan ke dalam suatu peta mental atau batin. Maka, “ sebagian gambar yang kita rasakan tidak hanya terjadi pada retina mata atau bidang gambar, namun pada mata batin”. Oleh sebab itu, keseluruhan gambar tidaklah dirasakan secara langsung, tetapi merupakan hasil dari sintesis berdasarkan analisis atas bagian-bagian. Interaksi antara gambar, gerakan mata, dan kognisi merupakan serangkaian perilaku yang memerlukan keterampilan yang tinggi dalam memahami persepsi gambar.
Sebagai contoh, bila kita melihat lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci, pada lukisan itu yang menonjol adalah senyumannya. Bukan gambar secara keseluruhan yaitu gambar seorang wanita. Pemaknaan tersebut tercipta setelah melalu proses scanning yang dipadukan ke dalam suatu peta mental atau batin.
Pendekatan Mentalistik: John M. Kennedy. Kennedy mendukung pendekatan Arnheim dan menentang pendekatan yang dikemukakan Gibson dan Gombrich. Dia menyatakan bahwa kita hampir tidak bisa mempelajari bagaimana gambar dirasakan dengan mengkaji geometri optik seni naturalistik. Memahami persepsi gambar hendaknya dimulai dengan kesadaran bahwa gambar itu dibuat oleh orang yang berusaha berkomunikasi dengan penerima, dimana penerima tersebut adalah seseorang yang cukup cerdas untuk memahami maksud pengirim gambar. Gambar dibuat untuk mengkomunikasikan ide, bukan hanya memperlihatkan pemandangan. Gambar metaforis mengemukakan dua makna, yang satu palsu, sedangkan yang lainnya itulah yang memang diinginkan. Memahami persepsi gambar seperti itu memerlukan “analisis mentalistik”. Dalam analisis itu dibuat asumsi-asumsi tentang pengalaman dan proses batin pengirim dan penerima. “Orang yang membuat metafor tersebut mengharapkan penerima memperhatikan ke dua makna itu dan menginginkan penerima tahu mana yang diinginkan dan apa yang diharapkan oleh pembuatnya terhadap penerimanya”. Contohnya pada lukisan aliran surrealisme yang berjudul ‘Revolusi’ berikut ini. Muatan pesan dalam lukisan itu adalah rakyat kecil yang menginginkan adanya revolusi dalam sebuah kekuasaan.
Kennedy juga menyatakan bahwa isyarat piktorial seperti isyarat gerakan yang tersirat bisa dianggap sebagai metafora bukannya sebagai konvensi piktorial. Ini terdapat dalam gambar yang disertai dengan efek gerak.
Pendekatan Semiotik: James Knowlton. Knowlton (1964, 1966) mengembangkan suatu metabahasa untuk membicarakan tentang gambar yang dimulai dengan tanda (sign). Tanda adalah suatu stimulus yang secara sengaja dihasilkan dengan tujuan untuk merujuk ke beberapa konsep atau obyek lain. Dilakukan pembedaan utama antara tanda digital (digital sign) dan tanda ikonik (iconic sign). Tanda digital tidak memiliki kemiripan dengan referennya, contohnya adalah kata, bilangan, Morse, huruf Braille dan semapur. Sebaliknya tanda ikonik harus sama dengan penampakannya, umpama saja gambar, foto, peta, dan blueprint. Biasanya gambar dianggap mirip dengan referennya dilihat dari penampakan visualnya. Namun kemiripan bentuknya bisa bermacam-macam. Knowlton memperluas konsep “gambar” dengan memasukkan “gambar logis” dan “gambar analogis”. Gambar logis mirip dengan referennya berdasarkan hubungan antara elemen-elemen, misalnya diagram dan flowchart. Misalnya pada gambar struktur organisasi sebuah lembaga. Pada gambar analogis, tujuannya adalah potret kemiripan fungsi, misalnya bisa dibuat analogi piktorial antara setelan baju baja dengan kerangka luar (exoskeleton) seekor serangga. Cangkang yang keras bertujuan untuk melindungi serangan dari luar.
Teori sistem simbol: Nelson Goodman. Sistem simbol terdiri atas seperangkat prasasti (misalnya fonem, bilangan) yang diorganisasikan dalam suatu skema yang berkorelasi dengan bidang acuan, misalnya notasi musik terdiri atas lima baris horisontal yang digunakan untuk menempatkan not-not dan tanda lain yang berkorelasi dengan performansi musik. Maka, analisis suatu sistem simbol melibatkan usaha penyelidikan terhadap (1) skema representasi, (2) bidang acuan dan (3) kaidah korespondensi antara keduanya. Goodman mengemukakan beberapa konsep. Selanjutnya, Goodman membedakan tiga fungsi primer sistem simbol. Simbol bisa menggambarkan konsep dengan menggambarkannya. Simbol bisa mencontohkan ide atau kualitas dengan memberikan contoh konsep tersebut dan simbol bisa mengungkapkan makna afektif (emosi). Contohnya pada rambu-rambu lalulintas, dan tanda peringatan pada obat.


Ilmu Pengetahuan Kognitif: David Marr. David Marr mengemukakan teori penglihatan (theory of vision) yang melibatkan analisis input visual melalui serangkaian tahap yang memiliki titik kulminasi pada interpretasi suatu citra yang bermakna. Dalam teori ini, analisis awal melibatkan pelacakan ciri-ciri seperti batas-batas. Ketentuan tersebut digunakan untuk mengkonstruk “sketsa primal” yang membedakan bagian-bagian dari tampilan itu. Dari situ, data permukaan seperti pemberian bayangan digunakan untuk menentukan bentuk tiga dimensi sederhana pada layar. Terakhir, unsur-unsur kerucut yang telah digeneralisasikan” (generalised cones) membentuk dasar bagi representasi dan pengenalan bentuk-bentuk yang kompleks seperti binatang.
Implikasi bagi peneliti media. Para teoritis persepsi gambar telah menantang keyakinan paradigma lama tentang gambar. Umpama saja, pertanyaan tentang apa yang menyusun “realisme” dalam gambar. Dalam literatur penelitian media, realisme umumnya didefinisikan sebagai masalah hakikat penurunan secara harfiah. Gambar dikatakan “realistis” bila mencerminkan informasi visual yang diberikan oleh referen dunia nyata. Para teoritisi persepsi gambar juga menawarkan alternatif bagi “teori turunan” (copy theory) realisme. Meski pendekatan Gibson menekankan ketaatan gambar pada referen, dengan memperhatikan detail tekstur nyata. Goodman (1976) berpendapat bahwa realisme “... bukanlah masalah menurunkan namun menyampaikan”. Realisme lebih dari sekedar menangkap kemiripan bukan sekedar melakukan duplikasi. Maksudnya kemiripan yang hilang di sebuah foto bisa ditangkap dalam karikatur. Bagi Gombrich, kriteria bagi realisme tidak ada di alam, namun ada pada kepala orang yang melihatnya. Arnheim menyatakan bahwa persepsi terhadap realisme itu bersifat relatif dengan gaya piktorial, dan terutama dipengaruhi oleh bagaimana suatu gaya menggambarkan apa yang kita ketahui tentang suatu obyek (realitas konseptual). Marr dan Biederman mengusulkan teori bottom-up yang memusatkan perhatian bahwa ada kesesuaian antara bentuk elementer abstrak dalam gambar dan referennya.

B. Model Memori
Sudah dibuktikan bahwa umumnya memori gambar itu jauh lebih baik dibandingkan memori kata-kata. Temuan ini diduga sebagai dampak keunggulan gambar. Untuk menjelaskan “dampak keunggulan gambar” ini telah digunakan tiga perspektif teoritis.
Pertama, adalah model kode-ganda. Para penganut teori ini menyatakan bahwa ada dua jenis kode memori yang saling tergantung satu sama lain yakni kode verbal dan non verbal dalam memproses dan menyimpan informasi (Paivio, 1971, 1978, 1990, 1991). Kode verbal adalah sistem khusus yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi verbal seperti kata dan kalimat. Sistem non verbal meliputi memori terhadap semua fenomena non verbal, termasuk reaksi emosional.
Kedua, adalah model kode tunggal. Para ahli menyatakan bahwa informasi visual diubah ke dalam proposisi-proposisi abstrak yang disimpan dalam memori semantik. Gambar lebih mengaktifkan suatu sistem memori semantik secara berbeda dibandingkan kata-kata. Mereka yang disodori gambar umumnya memerlukan waktu dan usaha yang lebih banyak dalam memproses gambar tersebut.
Ketiga, adalah model sensori-semantik. Terdapat lebih banyak kode sensori untuk gambar atau kemungkinan bahwa gambar akan diproses secara semantis itu lebih besar dibandingkan proses untuk gambar.

C. Gambar dan Pemerolehan Pengetahuan
Telah dilakukan pencarian literatur secara on-line maupun manual terhadap kajian penelitian primer, tinjauan buku, buku, tulisan konseptual, dan artikel majalah. Pencarian literatur dibatasi pada kategori gambar dinamis dan statis dan pemerolehan pengetahuan. Berikut ini laporan tentang hasil tinjauan literatur yang intinya bisa dibagi dua yakni statis gambar dan pemerolehan pengetahuan serta gambar dinamis dan pemerolehan pengetahuan.

Gambar Statis dan Pemerolehan Pengetahuan
Tinjauan literatur. Banyak ahli yang telah melakukan tinjauan literatur berkaitan dengan peran gambar statis dalam pemerolehan pengetahuan. Spaulding (1955) meninjau sebanyak 16 kajian penelitian yang menggunakan ilustrasi piktorial. Dari tinjauan itu disimpulkan bahwa ilustrasi (a) merupakan piranti efektif untuk membangkitkan minat, (b) membantu pebelajar dalam menginterpretasikan dan mengingat isi teks yang digambarkan, (c) lebih efektif bila diberi warna yang realistis dibanding warna hitam putih, (d) menarik perhatian lebih besar bila bentuknya besar dan (e) hendaknya disesuaikan dengan kecenderungan gerak mata. Samuel (1970) meninjau sebanyak 23 kajian yang menelaah efek gambar terhadap pembelajaran dalam membaca kata, pemahaman bacaan dan sikap pembaca. Kajian yang ditinjau meliputi perlakuan seperti (a) belajar membaca kata-kata secara terpisah dengan dan tanpa gambar, (b) memperoleh kosakata saat membaca (sight vocabulary) dengan dan tanpa gambar, (c) menggunakan gambar sebagai alternatif tanggapan dalam program bacaan dan (d) menggunakan gambar sebagai petunjuk (prompt). Dia menyimpulkan bahwa (a) kebanyakan kajian menunjukkan bahwa gambar memberi inferensi terhadap pembelajaran membaca (b) mayoritas kajian menunjukkan bahwa gambar yang digunakan sebagai alat bantu pada teks cetak tidak memudahkan pemahaman dan (c) gambar bisa mempengaruhi sikap.
Juga dilakukan analisis penelitian piktorial dalam pengajaran ilmu pengetahuan (Holliday, 1973). Holliday menyimpulkan bahwa (a) gambar yang digunakan berkaitan dengan materi verbal bisa membantu pengingatan kembali kombinasi informasi verbal dan piktorial, (b) gambar akan memudahkan pembelajaran jika dikaitkan dengan butir tes kriteria yang relevan, dan (c) variabel piktorial seperti ukuran, preferensi dan hiasan merupakan hal yang sangat membantu dalam pengajaran ilmu pengetahuan.
Cancannon (1975) meninjau sejumlah kajian tentang efek ilustrasi pada teks anak. Dia menyimpulkan bahwa bila gambar digunakan sebagai faktor pemberi motivasi, dia tidak memberi kontribusi yang signifikan dalam membantu pembaca yang masih kecil dalam mencerna informasi tekstual.
Levin dan Lesgold (1978) meninjau kajian pembelajaran prosa dengan gambar dan menyimpulkan bahwa gambar memudahkan pembelajaran prosa. Selain itu Schallert (1980) meninjau sejumlah kajian penelitian. Dia menunjukkan bahwa beberapa alasan mengapa kajian sebelum tahun 1970an tidak mengidentifikasi peranan ilustrasi adalah (a) penekanan yang diberikan pada perlakuan pemerolehan kata adalah kecepatan dan efisiensi, (b) ilustrasi yang digunakan tidak dimaksudkan untuk menyampaikan informasi baru dan hanya digunakan sebagai alat bantu teks (c) banyak ilustrasi yang digunakan pada pembaca secara samar berhubungan dengan informasi kontekstual dalam teks dan (d) efek ilustrasi terhadap memori jangka panjang tidak diukur.
Mengenai efek gambar yang positif, Schallert menyimpulkan bahwa gambar bisa membantu subyek dalam (a) mempelajari dan memahami teks bila gambar itu menggambarkan informasi utama dalam teks, (b) bila gambar itu menggambarkan isi baru yang penting bagi keseluruhan pesan yang ditampilkan, (c) bila gambar membantu dalam mengambarkan hubungan struktural yang dicakup oleh teks dan (d) jika informasi yang diberi ilustrasi itu memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding sekedar penghafalan teks saja.
Readance dan Moore (1981) melakukan tinjauan meta analitis literatur tentang efek gambar tambahan yang diberi pelaksana eksperimen terhadap pemahaman bacaan. Dari tinjauan itu bisa disimpulkan bahwa ada efek positif terhadap teks bacaan dan pemahaman bacaan berikutnya bila diberi tambahan gambar.
Selanjutnya Levie dan Lentz (1982) dalam kajiannya mengenai peranan ilustrasi terhadap pembelajaran, menyimpulkan bahwa (a) pembelajaran akan dipermudah bila informasi dalam teks tulis itu digambarkan dalam ilustrasi, (b) pembelajaran materi teks tidak akan terbantu atau terhambat oleh ilustrasi yang tidak berkaitan dengan teks dan (c) bila ukuran kriteria pembelajarannya mencakup informasi teks yang diberi dan tidak diberi ilustrasi.
Pedoman ke Literatur. Telah banyak dilakukan kajian tentang peranan gambar statis dalam pemerolehan pengetahuan. Berdasarkan tinjauan literatur dam mengenai peranan ilustrasi visual dan pemerolehan pengetahuan, penulis sepakat dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Levie (1987) bahwa jelas “penelitian terhadap gambar” bukanlah bidang inkuiri yang runtut. Tinjauan literatur penelitian gambar apabila dilihat dari atas tampak seperti sekelompok kepulauan kecil yang hanya dihubungkan oleh jembatan-jembatan saja. Kebanyakan peneliti mengacu ke kisaran literatur yang sempit saja ketika menemukan hipotesis dan membahas hasilnya. Begitu pula, pengarang bidang model memori gambar hampir tidak memperhatikan teori persepsi gambar.
Penggunaan kerangka fungsional dalam penelitian visual statis. Beberapa peneliti yang mengkaji berbagai kerangka fungsional yang sekiranya membantu pengklasifikasian visual statik ke dalam kategori fungsional yang bermakna. Duchastel (1978) mengidentifikasi tiga peranan fungsional umum ilustrasi dalam teks (a) peranan atensional yang bergantung pada kenyataan bahwa gambar itu menarik perhatian, (b) peranan retensional yang membantu pebelajar dalam mengingat kembali informasi dan dan (c) peranan eksplikatif yang menjelaskan informasi yang sulit disampaikan dalam pengertian verbal atau tulis. Dia menyimpulkan bahwa peranan eksplikatif ilustrasi memberikan alat paling langsung untuk mengklasifikasikan peranan ilustrasi dalam teks. Duchastel dan Waller (1979) mengetengahkan tujuh sub fungsi ilustrasi eksplikatif yakni: deskriptif, ekspresif, konstruksional, fungsional, logiko-matematis, algoritmis dan tampilan data.
Kerangka fungsional alternatif yang ditawarkan Levie dan Lentz (1982) memberikan suatu kerangka fungsional yang mencakup pengklasifikasian ilustrasi dalam teks berdasarkan bagaimana dampaknya terhadap pebelajar dalam memperhatikan, merasakan atau memikirkan informasi yang disajikan. Kerangka tersebut memiliki empat fungsi utama yakni atensional, afektif, kognitif dan kompensatoris.
Kerangka fungsional ternyata sangat berguna untuk menjelaskan perbedaan dalam kajian penelitian tentang gambar dan prosa. Ada lima fungsi yang diidentifikasi oleh Levin yakni: dekorasi, representasi, organisasi, interpretif dan transformasi. Selain itu, Alesandrini (1985) menyatakan bahwa beberapa kerangka fungsional sebelumnya hanya berkaitan dengan gambar representasional, yakni gambar yang menggambarkan pelaku, obyek dan aktifitas yang terjadi pada teks. Alesandrini mengklasifikasikan peranan gambar pengajaran ke dalam tiga fungsi yakni representasional, analogis dan arbitrer.

Kesimpulan
Berdasarkan kajian di atas, disimpulkan bahwa ilustrasi visual statis bisa memudahkan pemerolehan pengetahuan apabila disajikan bersama materi teks. Oleh karena itu, mengenai dampak visual yang diilustrasikan terhadap pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) visual yang diilustrasikan yang digunakan dalam konteks belajar membaca tidaklah begitu membantu, (b) visual yang diilustrasikan yang berisi informasi yang kompleks pada teks bisa memudahkan pembelajaran, (c) visual yang diilustrasikan secara tidak berlebihan pada teks tidak membantu maupun menghambat pembelajaran, (d) variabel ilustrasi seperti ukuran, posisi halaman, gaya, warna dan derajat realisme bisa mengarahkan perhatian namun tidak bertindak sebagai alat bantu belajar yang signifikan dan (e) ada hubungan kurvalinear antara derajat realisme pada ilustrasi dan pembelajaran.


Gambar Dinamis dan Pemerolehan Pengetahuan
Tinjauan literatur. Kajian yang menelaah efek visual dinamis terhadap pembelajaran bisa ditemukan dalam penelitian film pendidikan. Berdasarkan hasil dari 13 kajian yang ditelaahnya, Freeman menyimpulkan bahwa gerakan atau rangkaian gerakan yang dianimasikan dalam film itu bisa efektif bila (a) gerakan itu merupakan atribut penting konsep yang disodorkan, dan (b) gerakan digunakan untuk menarik perhatian penonton ke materi yang disodorkan. Selain itu, ada sejumlah peneliti lain yang menelaah dampak visual dinamis terhadap pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa animasi (gerakan) bisa menggiring ke arah efek pembelajaran positif jika (a) merupakan atribut penting konsep yang disajikan, (b) animasi (gerakan) bisa meningkatkan pembelajaran suatu tugas prosedural yang kompleks dan (c) gerakan atau tindakan ternyata tidak memiliki efek yang signifikan terhadap pembelajaran.
Reither (1990) menyampaikan hasil 13 kajian yang menyelidiki tentang peranan gambar animasi pada pengajaran berbasis komputer. Ada tiga rekomendasi disain yang diusulkan: (a) animasi hendaknya dimasukkan hanya bila atributnya sejalan dengan tugas pembelajaran, (b) bukti-bukti menyatakan bahwa bila pembelajar ternyata masih asing dalam bidang isi, dia mungkin tidak tahu cara mencari rincian yang diberikan oleh animasi dan (c) kontribusi terbesar animasi pada pengajaran berbasis komputer terletak pada aplikasi grafis interaktif. Selanjutnya Rieber (1990) menyatakan bahwa umumnya animasi telah digunakan dalam pengajaran guna memenuhi atau membantu salah satu dari tiga fungsi: pembangkit perhatian, penyajian dan praktik.
Park dan Hopkins (1993: 19) mengidentifikasi lima peranan pengajaran dari visual yang dianimasikan yakni: (1) sebagai panduan perhatian, visual yang dianimasikan bisa berfungsi untuk menuntun dan mengarahkan perhatian subyek, (2). sebagai alat bantu ilustrasi, visual dinamis bisa digunakan sebagai alat bantu yang efektif untuk menggambarkan hubungan struktural dan fungsional diantara komponen-komponen dalam suatu bidang pengetahuan, (3) sebagai representasi pengatahuan domain, gerakan dan tindakan bisa digunakan secara efektif untuk menggambarkan pengetahuan bidang tertentu, (4) sebagai model perangkat untuk membentuk citra mental, animasi grafis bisa digunakan untuk menggambarkan fungsi dan struktur sistem yang tidak secara langsung bisa diamati dan (5) sebagai analogi visual atau pondasi penalaran untuk memahami proses atau konsep simbolis dan abstrak, animasi bisa membuat konsep abstrak dan simbolis menjadi lebih kongkrit dan bisa diamati secara langsung.
Pedoman ke Literatur. Dari literatur yang ada, bisa dikemukakan bahwa kajian yang ada meliputi berbagai isi visual seperti ilustrasi yang dianimasikan, diagram dan visual, grafis gambar waktu nyata, grafis visualisasi spasial dinamis, dan peta interaktif yang dianimasi dengan titik-titik kedip (blinking dot). Bidang yang dikaji meliputi ilmu pengetahuan umum, fisika, geometri, matematika, statistik, dan elektronik. Subyeknya berkisar dari orang dewasa hingga anak sekolah dasar. Dari kajian yang ada, bisa disimpulkan bahwa penggunaan grafis yang dianimasikan tidaklah memudahkan pembelajaran.

Kesimpulan
Oleh karena itu, penelitian di masa mendatang yang menelaah dampak tampilan visual dinamis terhadap pembelajaran hendaknya (a) didasarkan pada kerangka fungsional, (b) meliputi isi yang memerlukan informasi visual eksternal dan yang memerlukan ilustrasi gambar atau jalur khusus suatu obyek dan kendali atas efek grafis statis.

D. Kesimpulan
Berdasarkan kajian secara singkat teori-teori model memori dan persepsi gambar di atas, dapat dikemukakan kajian yang ditinjau tentang dampak visual statis dan dinamis terhadap pembelajaran. Dalam pemaparan ini, ada beberapa permasalahan. Pertama, untuk grafis statis dan dinamis, penelitiannya terpecah-pecah dan sporadis, kecuali program penelitian Dweyer, Levin dan Rieber. Kedua, penelitian animasi sangat terbatas lingkupnya. Ketiga, banyak peneliti yang menggeluti bidang teknologi dan komunikasi pengajaran telah mengabaikan karya tentang model memori dan teori persepsi gambar. Penelitian di masa mendatang yang terkait dengan pembelajaran visual sebaiknya mengambil teori persepsi gambar dan memasukkan model memori. Keempat, peranan fungsional visual dalam materi pengajaran perlu diklarifikasi lagi. Oleh karena masih banyak yang belum kita ketahui tentang bagaimana cara mendisain pesan visual yang efektif.



Bahan Rujukan
Jonassen, David H. (1996) Hanbook of Research for Educational Communications and Technology, Visual Message Design and Learning: The Role of Static and Dynamic Illustration. Hal 755-770.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda